2 - Helping From Behind the 'Curtain of Shadows'
Don't Judge a Book by its Cover |Fem! Halilintar| © Hammy_Vanilla_02
BoBoiBoy/BoBoiBoy Galaxy © Animonsta Studios/Monsta
Rate : T
Length : Multi-Chapters Story.
Genres : Genderbend + Sibling + High School + Indonesia Local! AU, Fluff, Humor, Comedy, A Lil Bit of Drama, Family Life, Slice of Life, School Life, Brothership/Brotherly Love/Brotherhood-Sistership/Sisterly Love/Sisterhood (Siblings), Etc.
Warnings : No Pairs/Pairings/Ships/OTPs!, No Super Powers, No Aliens/Robots/Etc, Female(s)! Genderbend(s)/Gender Switch(es)! Halilintar (Thunderstorm)/Ais (Ice)/Duri (Thorn), Out of Characters (OOCs), Standard + Non-Standard Language (Bahasa Baku + Tidak Baku), Mixed Languages (English + Indonesian), Typo(s) Everywhere, Please Give Me (Us) Your Votes and Comments If Ya Like My (Our) Stories, and Please Press the 'Back' Button and Exit Well From This Story If Ya Don't Like My (Our) Stories, I (We) Don't Take Any Profits/Materials From This Story, I (We) Do Not Accept Gossipers/Haters and Plagiarists/Copy Paste (Or Later, I (Icy) Will Take Care of Y'All Directly!), Etc.
I (We) Have Warned Y'All, Baby~! <3
I (We) Hope Ya Like and Enjoy My (Our) Story~! ^^
Happy Reading, Min'na~san~! ^^
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
'2 - Helping From Behind the 'Curtain of Shadows''
______~♡~______
(Picts {Taufan + Gempa + Blaze + Solar} by : Google/Chrome)
(Picts (Fem! Halilintar + Fem! Ice + Fem! Duri) by : @amai_yaa [Instagram])
Pergerakan jari-jemari seorang pemuda yang menari indah di tombol-tombol keyboard sedikit bergema dalam kamar gelap yang hanya berhias lampu tidur dan cahaya laptop, iris kuning keemasan topas cerah yang terlindung kacamata anti radiasi itu tetap fokus pada layar laptop, wajahnya pun terkena cahaya kebiruan dari layar laptopnya tersebut.
Tanpa sepengetahuannya, pintu kamarnya terbuka, menampakkan seorang gadis yang memiliki iris mata merah ruby cerah.
"Gempa," panggil sang gadis lirih.
Punggung pemuda bernama Gempa langsung saja berdiri tegap, ia lalu menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka setengah.
Kakak sulungnya tengah bersedekap dada, punggung kecil itu bersandar di kusen pintu, matanya menatap tajam Gempa.
'Oh, tidak,' batin Gempa merinding. 'kak Hali pasti akan memarahi dan menasehatiku karena aku begadang dan belum tidur.'
"Aku bilang apa ke kalian semua soal peraturan rumah ini, hm?"
"Err ...," Gempa menjeda perkataannya sejenak, mencoba untuk mengingat beberapa dari sekian banyak peraturan rumah yang kakak sulungnya pernah katakan. "tak boleh begadang, tak boleh tidur terlalu larut, juga tak boleh tidur sama sekali ...."
"Lalu, kenapa kau masih belum tidur juga, hm~? Kau tahu, 'kan, kalau ini sudah jam berapa?"
Gempa melirik ke jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kanannya. "Jam sepuluh lewat empat puluh tujuh menit, kak........" jawabnya lirih.
Halilintar menjentikkan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya. "Nah! Walau sekarang belum terlalu larut, kamu harus tetap tidur malam tepat waktu! Kalau kamu ngantuk pas di sekolah besok, gimana? Kita bertujuh masih harus berangkat ke sekolah."
Sang adik menundukkan kepalanya. "Iya ... maaf, kak Hali ...."
Halilintar menghela napas, ia sebenarnya juga tak tega memarahi adik-adiknya. Namun, ia yang merupakan sulung dari tujuh bersaudara. Ia haruslah tegas dalam menegakkan peraturan di rumah mereka.
Karena jika ia lalai sedikit saja, maka masalah akan menghampiri.
"Kamu," Yang lebih tua menunjuk Gempa, lalu menunjuk ke arah ranjang. "tidurlah."
"T-Tapi, tu-tugas Gem-"
Halilintar langsung mengeluarkan titah mutlaknya seraya menegeluarkan aura-aura hitam. "Aku. Bilang. Tidur. Sekarang. Juga. Kau. Paham. Gempa?"
Gempa langsung saja menganggukkan kepalanya, alarm tanda bahaya berbunyi nyaring di dalam kepalanya.
Jika kakak sulung perempuannya itu sudah berkata dengan nada dingin, datar, penuh penekanan, dan terpisah-pisah seperti itu ... maka tandanya perkataannya saat itu juga adalah mutlak dan tak boleh dibantah oleh siapapun juga.
Because Halilintar was the 'queen/empress' who ruled over her 'kingdom/empire'.
Everything she said was absolute and inviolable, nor should anyone refute the words that were like orders.
(Karena dia adalah 'ratu/permaisuri' yang memerintah 'kerajaan/kekaisaran' miliknya).
(Semua yang dia katakan adalah mutlak dan tak dapat diganggu gugat, juga tak boleh ada yang membantah perkataan yang bagai perintah tersebut).
Dengan segera, Gempa beranjak dari kursi dan berbaring di atas ranjang miliknya, ia menutupi tubuh jangkungnya dengan selimut tebal berwarna kuning keemasan dengan corak coklat dengan pinggiran berwarna hitam miliknya.
Halilintar mendekat, lalu mendudukkan dirinya di pinggir ranjang sebelah kiri Gempa. Tangan kanan si sulung mengusap pelan dahi dan kepala bersurai hitam kecoklatan dengan sejumput helai rambut berwarna putih itu.
"Tidurlah."
Satu kata itu, mampu membuat kedua mata yang lebih muda tertutup.
Dan di detik berikutnya, suara dari dengkuran halus dan lirih keluar dari bibir Gempa yang sedikit terbuka.
Dalam kegelapan kamar Gempa yang hanya terhiasi cahaya lampu tidur, Halilintar melirik ke arah laptop milik Gempa yang masih terbuka dan menyala, layar benda tersebut kini menampakkan file-file OSIS.
Seketika, Halilintar tersenyum kecil.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Astaghfirullah- kak Hali, kak Taufan, kalian berdua bisa aja, 'kan, ngebangunin aku lebih awal? Kalian gak usah repot-repot begini."
Di atas meja makan, sudah tersaji tujuh piring berisi masing-masing tiga keping waffle dan empat kue panekuk rasa coklat dan matcha. Tak lupa dengan minuman-minumannya : satu gelas susu strawberry hangat (untuk Halilintar sendiri), dua gelas susu coklat hangat (untuk Blaze dan Duri), satu gelas jus jeruk dingin (untuk Ice), satu cangkir teh melati madu (untuk Gempa), satu cangkir kopi hitam panas dengan tiga balok gula di dalamnya (untuk Solar), dan satu gelas susu vanilla hangat (untuk Taufan).
Taufan yang membantu Halilintar memasak itu tersenyum kecil. "Habisnya kau tidur nyenyak banget, sih ... makanya aku sama kak Hali jadi gak tega buat ngebangunin kamu."
"Udahlah, gak usah diributin." lerai Halilintar. "Gem, kamu wudhu dulu, sana. Aku dan Taufan udah ngebangunin yang lain tadi. Kamu tolong jadi imam shalat Shubuh buat adik-adik kita, soalnya aku dan Taufan sudah shalat tadi."
Adik kedua Halilintar itu mengangguk.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
'Haih~ aku jadi harus mengerjakannya di sekolah.' Gempa menggerutu di dalam hati.
Padahal ia sudah sengaja membawanya pulang agar bisa ia selesaikan dengan tuntas malam itu juga.
Gempa membuka laptopnya, lalu mulai membuka file-file yang dia simpan satu persatu.
Seketika itu juga, ia membelalakkan kedua matanya terkejut.
'L-Lho-?! Ko-Kok, udah selesai semua-?!'
Butuh waktu sebentar untuk Gempa berpikir. Sebelum akhirnya, ia menepuk pelan dahinya, tak lupa disertai juga dengan kekehan kecil yang keluar dari mulutnya. "Kak Hali ...." ucapnya lirih.
Siapa lagi kalau bukan kerjaan kakak sulungny itu.
"Eh- Gempa, kamu mau aku tolong?"
Dengan malas, Gempa melirik seorang gadis -- yang merupakan salah satu anggota OSIS -- berambut pirang sepanjang pinggang yang dikuncir dua atas itu. Ia menggeleng. "Tidak perlu." ujarnya datar.
Ia tahu, banyak sekali gadis-gadis dari berbagai tingkat kelas di sekolahnya yang menyukainya.
Perhatian, pertolongan, barang-barang yang diberikan, dan masih banyak lagi yang membuat Gempa muak dengan pemberian dengan maksud tersembunyi itu.
Mereka sepertinya berpikir bahwa Gempa mungkin akan luluh begitu saja dan mereka bisa mendapatkan apa yang mereka mau, yaitu menjadi kekasih dari seorang Gempa, salah satu anak laki-laki dari bersaudara saudara kembar yang terkenal seantero sekolah.
Namun, pemuda yang mebjabat sebagai ketua OSIS itu hanya ingin fokus pada sekolah dan keluarganya saat ini.
Dan lagi, ia tak semurahan itu untuk bisa takluk pada semua perbuatan palsu mereka.
Heh! Mereka pikir, seorang Gempa Mahendra As-Shidiq tak tahu semua niat busuk mereka itu, huh? Dia itu sangat sensitif dan peka terhadap lingkungan di sekitarnya.
Urusan pasangan, bisa pemuda itu kesampingkan dan urus nanti bila ia sudah sukses di masa depan.
"O-Oke, deh. Ka-Kalau butuh bantuan, k-katakan saja, ya?"
Gempa tak menjawab, ia kembali fokus pada berkas yang ada di tangannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kak Hali, tuh, darimana aja, sih?! Kami nungguin kakak,tuh, dari beberapa menit yang lalu, tau!" ujar Blaze kesal, kedua pipi pemuda itu bahkan menggembung lucu.
"Ugh- maaf, maaf~ aku ada sedikit urusan tadi."
Mata Gempa menyipit curiga, kala matanya menangkap sedikit sobekan pada bibir bawah Halilintar. Ditambah juga, pipi kanan Halilintar terlihat agak lebam.
Taufan juga sepertinya peka, ia langsung saja bertanya, "Hei, kak Hali ... kakak gak apa-apa, 'kan ...?"
Halilintar mengangguk. "Kakak baik-baik aja, kok. Emangnya kenapa kamu nanya kayak gitu?"
"Well- jadi, begini-"
Hal yang tak terduga terjadi, Ice ikut nimbrung dan memoting perkataan Taufan, "Kalo kakak gak apa-apa, kenapa bibir bawah kiri kakak sedikit sobek dan ada lebam di pipi kananmu, kak?"
Hening seketika.
'Ah, sial!'
"A-Apa kak Ha-Hali habis dipukuli ...? Hiks! Hiks!"
Oh, tidak- Si gadis yang merupakan anak keenam itu mulai terisak, membuat semua saudaranya gelagapan.
Semua yang ada di kantin menatap curiga ke arah Halilintar, mereka berbisik-bisik dan menciptakan berbagai asumsi miring tentang Halilintar.
Hal itu tentu saja disadari oleh si bungsu, membuat Solar langsung memelototi mereka dengan tajam. "Apa liat-liat, hah?! Kepo-an banget, sih, kalian semua! Ini urusan kami! Kalian, orang-orang asing, gak berhak buat ikut campur dalam masalah kami ini! Atau jangan-jangan, kalian semua mau mata kalian aku copot dari tempatnya, hm~?" ancamnya disertai senyum miring.
Seketika itu juga, mereka semua bubar seraya menggigil ketakutan, mereka tidak ingin dijadikan kelinci percobaan oleh si bungsu dari tujuh bersaudara itu.
Halilintar pun akhirnya membujuk Duri bahwa jika Duri berhenti menangis, ia akan mentraktir gadis polos itu dengan jajanan di minimarket yang ada di dekat sekolah mereka, yang tentu saja diprotes oleh yang lain karena merasa itu tak adil.
Dan pada akhirnya, Halilintar pun berjanji akan mentraktir jajan mereka sepulang sekolah nanti.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hei, aku dengar Halilintar bertengkar dengan para berandalan itu, ya?"
"Yup, benar sekali. Para berandalan itu yang mengakuinya sendiri."
"Seperti yang cocok dilabeli 'berandalan' di sekolah ini justru bukan mereka, deh."
"Hahaha~ gelar itu lebih cocok untuk disandang oleh Halilintar, 'kan, maksudmu?"
"Ya, iyalah! Secara dari penampakan luarnya aja, 'kan, dia udah nyeremin gitu."
"Aku setuju denganmu. Kalau aku jadi adik atau kakaknya, aku bakalan malu punya saudari macam Halilintar."
"Lebih baik ia dikeluarkan saja dari sekolah ini."
"Betul, tuh! Aku ju pake banget!"
"Memang dasar Halilintar si gadis breng-"
BRAK!
Meja terbelah dua, sang pelaku yang mematahkan meja tersebut menatap tajam para gadis-gadis penggosip tadi, membuat yang ditatap seketika menelan ludah mereka kasar.
Aura yang tak mengenakkan keluar dari tubuh pemuda itu, membuat suhu ruangan tak terasa nyaman.
"Shut your rotten and dirty mouths, you Bitches who don't know manners! (Tutup mulut busuk dan kotor kalian itu, wahai para Jalang yang tak tahu sopan santun!)"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Flashback on.
Gempa membawa Halilintar ke uks seusai makan siang di kantin, masih ada waktu sepuluh menit lagi sebelum kelas dimulai.
"Aku tadi baru saja dapat laporan dari grup OSIS-ku, jika ada sekelompok orang yang merupakan berandalan sekolah telah ditemukan pingsan dengan wajah dan tubuh yang babak belur penuh lebam ... apakah itu perbuatanmu, kak Hali?"
Halilintar mendengus seraya bersedekap dada. "Kalau iya, kenapa?"
"Kenapa kakak ngelakuin hal itu? Bukannya itu berarti kak Hali bakalan dicap berandalan kalau begini?"
"Aku, 'kan, cuma mau ngebantuin kamu dan para OSIS lainnya."
Gempa mengernyit. "Maksud kakak?" tanyanya bingung.
Halilintar mulai menjelaskan, "Berandalan-berandalan sialan itu adalah orang-oramg yang paling ditakuti seluruh siswa-siswi di sekolah ini. Bahkan guru-guru saja takut pada mereka. Para OSIS pun juga tak ada yang berani untuk sekedar menegur mereka, membuat mereka semakin menjadi-jadi dan semena-mena dari waktu ke waktu. Aku sudah sangat muak sekali akan hal tersebut."
Ah, Gempa paham sekarang. Jadi, itu alasannya.
"Aku ngelakuin itu semua agar sekolah lebih aman dan nyaman, serta terbebas dari yang namanya berandalan. Aku gak peduli sama pendapat dari orang lain di luaran sana tentang diriku, karena aku lebih suka ngebantuin secara diam-diam namun dengan niat yang baik dan tulus, aku juga ikhlas ngelakuin itu, kok. Dan lagi, aku nggak mau adik-adikku sampai jadi korban dari tindakan sewenang-wenang para berandalan brengsek itu."
Flashback off.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Setidaknya, walau kak Hali selalu membantuku secara diam-diam, ia melakukannya dengan tulus dan ikhlas. Berbeda sekali dengan kalian yang membantuku terang-terangan hanya agar kalian bisa mendapatkan perhatianku saja." Gempa berujar dengan nada yang mencemooh.
Setelahnya mengatakan hal itu, Gempa beranjak keluar dari ruang OSIS tersebut seraya membanting kuat dan keras pintu ruangan itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"HUWAAAA~ TERIMA KASIH ATAS TRAKTIRANNYA, YA, KAK HALI~ HEHEHE~ >~<" Duri memeluk kakak sulungnya dengan erat.
"TERIMA KASIH SUDAH MENTRAKTIR KAMI SEMUA JUGA, KAK HALI!" ucap yang lain dengan lantang.
Halilintar tersenyum kecil. "Iya, sama-sama." Sang gadis menepuk pelan kepala Duri yang tertutup topi hitam-hijau berlogo daun hijau yang miring ke kiri itu.
Kini, semuanya tengah berjalan pulang.
"Oh, ya," Tiba-tiba saja, Solar berceletuk. "Tumben kak Gem pulang bareng kita. Biasanya, 'kan ...."
Gempa langsung menjawab, "Tugasku sudah selesai, kok."
Halilintar bisa merasakan jika ia sedang ditatap oleh adik kembar nomor duanya itu.
Gempa terkekeh pelan, kala Halilintar memalingkan wajahnya yang agak sedikit memerah karena malu.
Because Halilintar is a 'queen/empress' who loves her brothers and sisters. She is willing to do anything, as long as her brothers and sisters are happy.
A 'queen/empress' like herself prefers to help her younger siblings secretly, so as not to attract the attention of the crowd.
(Karena Halilintar adalah seorang 'ratu/permaisuri' yang menyayangi saudara dan saudarinya. Dia rela untuk melakukan apapun, selama adik-adiknya bahagia).
(Seorang 'ratu/permaisuri' seperti dirinya lebih suka untuk membantu adik-adiknya secara diam-diam, agar tak menarik perhatian dari khalayak yang ramai).
Jika Halilintar adalah seorang ratu/permaisuri, maka Gempa dan seluruh saudaranya yang lain siap untuk menjadi orang-orang yang bersumpah setia untuk selalu berada di sisi si sulung.
Jika ada yang mempertanyakan kenapa Gempa dan yang lainnya melakukan hal tersebut, maka pemuda itu akan menjawab dengan lantang dan bangga.
"Hm? Justru kak Hali-lah yang paling banyak membantuku dan yang lainnya, kok!"
Mereka adalah tujuh bersaudara yang saling melengkapi dan menutupi kekurangan mereka masing-masing.
Mereka takkan lengkap tanpa salah satu atau beberapa saudara mereka yang tiada.
Tujuh bersaudara, tujuh keajaiban, tujuh keberuntungan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kak Halilintar, sang 'Penolong Dari Balik Tirai Bayangan' yang aku sayangi, dia merupakan panutan dan kakak ideal terbaik. Dan aku bangga menjadi salah satu dari adiknya! ^^"
-
-
-
-
-
'Don't Judge a Book by its Cover [DJaBbiC]'
'To Be Continued (TBC)'
_____~♡~______
Monday. September 26th, 2022.
19 : 17 P.M.
Depok, West Java, Indonesia.
{EDITED = Wednesday. July 31st, 2024. 14 : 09 P.M.}
Sign,
1.) Hammy Intan Nur Permatasari
(Hammy/My/Amy)
2.) Vanilla Putri Nabilla Azhari
(Vanilla/Vani/Nilla/Illa)
3.) Icy Rahmawati Chandra Purnamasari
(Icy/Cy/Cycy)
Hammy_Vanilla_02
Words : 2.064 Words.
Next chapter :
'3 - My Sister, My True Protector'
Blaze mendecakkan lidahnya seraya memasang raut wajah masam. "Cuih! Kalian bahkan lebih buruk dan lebih rendah daripada sampah! Bahkan hewan pun sama sekali tak akan mau dan tak akan sudi untuk tunduk kepada kalian!"
Bạn đang đọc truyện trên: truyentop.pro